Sebagian besar obat yang diberikan selama kehamilan hanya
diperuntukkan untuk kepentingan ibu, sedangkan janin "terpaksa"
menjadi penerima. Obat yang diminum dapat melewati plasenta sehingga diterima
oleh janin dan mengakibatkan efek farmakologik pada janin.
Kaget bukan kepalang! Itulah yang dirasakan oleh Eva Smus ketika pertama kali melihat bayinya lahir cacat. Yiddi, nama bayi itu, lahir tanpa jari di tangan kirinya. Kisah itu ditulis oleh Jeremy Beadle dalam situs The Association for Children with Hand or Arm Deficiency.
Saat mengandung di usia kehamilan
antara minggu ke-6 dan ke-8, Eva mengalami tonsilitis. Dokternya meresepkan
antibiotik. Selama kehamilan, ia juga mengkonsumsi suplemen asam folat dan 2-3
butir parasetamol. Jadi, ia yakin apa yang terjadi pada Yiddi disebabkan oleh
antibiotik.
Tuduhan Eva mungkin ada benarnya.
Sayangnya, tidak mudah mencari tahu hubungan kausal suatu obat (antiobiotik)
terhadap timbulnya kecacatan pada janin (teratogenik). Tidak mungkin melakukan
uji klinis obat pada ibu hamil. Selama ini yang hanya bisa dilakukan adalah uji
coba pada hewan yang dibuat hamil.
Menurut Judy Priest, pengarang buku
"Drugs in Conception, Pregnancy, and Childbirth", hingga pertengahan
tahun 1950-an ada anggapan bahwa obat tidak akan pernah membahayakan janin.
Namun, anggapan itu langsung buyar ketika kasus thalidomid geger di tahun
1960-an. Dari contoh thalidomid itu, jelas terlihat bahwa mendeteksi efek
teratogenik suatu obat tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan
waktu 10 tahun untuk membuktikan adanya hubungan kausal antara thalidomid dan
kejadian amelia (lahir tanpa anggota tubuh) atau fokomelia (tidak terbentuknya
tulang panjang pada ekstremitas).
Teratogenesis adalah disgenesis organ
janin baik secara struktural atau fungsional. Manifestasi teratogenesis bisa
berupa pertumbuhan terhambat atau kematian janin, karsinogenesis, dan
malformasi. Kelainan yang terjadi bisa bersifat minor atau mayor. Kelainan
minor seperti hipospadia tidak terlalu dikhawatirkan karena bisa dioperasi,
tetapi kelainan mayor bisa mengancam nyawa.
Kurangnya pengetahuan mekanisme
teratogenesis menyulitkan kita untuk memprediksi obat yang mana yang akan
memicu malformasi kongenital. Insiden kongenital mayor sekitar 2-3% dari
seluruh kelahiran, dan kongenital minor 9%. Peran obat dalam menyebabkan
malformasi kongenital itu bisa dibilang relatif kecil. Sekitar 25% dikarenakan
abnormalitas kromosom, 10% lingkungan termasuk obat, 65% tidak diketahui
penyebabnya. Selain besar dosis obat, faktor lain yang juga berperan dalam
teratogenesis adalah variasi genetik janin, waktu periode perkembangan janin,
usia ibu, kondisi nutrisi, dan status penyakit ibu.
Evaluasi klinis potensi teratogenik
atau paparan toksik selama kehamilan harus mempertimbangkan tiga komponen yaitu
ibu, embrio dan janin. Embrio bukanlah janin versi kecil. Begitu juga janin
yang bukan ibu versi mini. Pada masa embrio, organ sudah mulai terbentuk tetapi
fungsinya (metabolisme) belum dapat berjalan. Sementara itu, pada masa janin,
organ yang sudah terbentuk mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Enzim
metabolisme mulai berfungsi namun beberapa diantaranya baru aktif menjelang
fase neonatal, sebagai contoh kolinesterase. Ibu hamil mempunyai enzim lengkap
untuk memetabolisme obat, tetapi kebanyakan diantaranya mempunyai aktivitas
lebih rendah selama kehamilan. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa
farmakokinetik dan farmadinamik obat dari mulai embrio, janin, hingga dewasa
mengalami perbedaan. Fisiologi ibu selama kehamilan juga berbeda dibandingkan
ibu yang tidak hamil. Jadi masih timbul banyak pertanyaan yang perlu ditelusuri
di kemudian hari.
Dalam meresepkan suatu obat pada
kehamilan, obat sebisa mungkin diberikan apabila dirasa perlu. Disini harus
pula diingat keseimbangan antara risiko janin untuk mendapat malformasi dan
risiko ibu-janin bila ibu tidak mendapat obat. Ketika obat diputuskan untuk
diberikan, dosis yang digunakan haruslah dosis terendah dan harus segera
dihentikan sesegera mungkin. Obat baru sebaiknya dihindari karena bukti
keamanannya masih kurang.
Payung hukum peresepan obat pada ibu
hamil sebaiknya perlu dipertegas. Langkah The British National Formulary perlu
diteladani dengan mengeluarkan pernyataan sebagai berikut "drugs should
only be prescribed during pregnancy if the expected benefit to the mother is
thought to be greater than the risk to the fetus, and all drugs should be
avoided if possible during the first trimester." Semoga pihak
berwenang di Indonesia mau mengeluarkan langkah tegas yang sama karena janin
hanya pasrah menerima segala macam obat yang diminum ibunya.
“Ibu Dilema Mengkonsumsi, Janin Pasrah Menerima”
Kehamilan
merupakan masa dimana terbentuknya suatu embrio hasil gabungan dari sel sperma
dan sel telur. Pada masa ini embrio akan berkembang membentuk organ-organ
penyusun tubuhnya (organogenesis). Banyak dibutuhkan asupan gizi yang penting
agar pertumbuhan dan perkembangan berjalan baik. Oleh sebab itu, sang ibu harus
berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan dan obat-obatan karena secara tidak
langsung apa yang dikonsumsi oleh sang ibu akan dikonsumsi juga oleh sang
janin.
Penggunaan
obat-obatan antibiotik saat sang Ibu menderita suatu penyakit, harus diawasi
penggunaannya. Dosis berlebih dari obat-obatan tersebut bisa berpengaruh negatif
pada sang janin dikala pertumbuhan dan perkembangannya. Tidak jarang kita
mendengar berita bahwa adanya bayi kembar dempet kepala, dada maupun perut,
atau mungkin bayi yang cacat fisik usai dilahirkan dikarenakan konsumsi
obat-obatan oleh sang Ibu yang secara tidak langsung tertelan oleh sang janin.
Sehingga unsur kimiawi yang terkandung dalam obat mempengaruhi kinerja dari
metabolisme saat pembentukan organ.
Dalam meresepkan suatu obat untuk Ibu hamil, seorang dokter harus
memberikan dosis yang sesuai sehingga tidak membahayakan janin yang dikandung
oleh sang Ibu. Pemberian obat juga harus segera dihentikan apabila keluhan
sudah berkurang atau bahkan sembuh, sehingga konsumsi obat bagi Ibu hamil dapat
di minimalisir.
Latepost
Seperti tercetak
di Majalah Farmacia Edisi September 2008 , Halaman: 18 (585 hits)
Sumber : http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=910
Diakses pada tanggal 25 Mei 2012 Pukul 00:33 WIB
Diakses pada tanggal 25 Mei 2012 Pukul 00:33 WIB
0 comments:
Post a Comment