Aku mengenalnya sebagai sesosok yang baik, perhatian dan penuh kasih. Namun,
kini aku mengenalinya sebagai sesosok yang amat begitu menyeramkan, menyakitkan
dan penuh kekecewaan. Itu semua berawal ketika aku menyalah artikan bentuk
perhatiannya dan kasih sayangnya. Hanya sakit yang kini tersisa. Entah di pihak
mana kini aku berpijak. Yang kutahu, rasa ini tak salah, rasa ini adalah
anugerah dari yang Kuasa, kita hanya menerima dan pasrah atas segala apa
pemberian Tuhan.
“Perasaan, kok pundakku ringan banget ya?.” Batinku membisik, seketika
aku menyadari bahwa tas punggungku lupa nggak aku bawa. Sedangkan kini aku
sudah hampir setengah jalan menuju lokasi KKN yang terbilang cukup pelosok dan ekstrim.
Kalau mau balik mana mungkin, sedangkan kedua tanganku keukeuh membawa printer yang harus dijaga keseimbangannya selama
perjalanan dengan menggunakan motor ini. Sudah begitu, jalan menuju lokasi yang
naik turun bukit, terjal bebatuan halus dan amazing
pokoknya membuatku menahan sakit karena kemeng
menahan printer ditambah jalan yang berkelok-kelok. Karena tidak kuat, aku
tertawa kecil cekikikan, merasakan kekonyolan yang ku alami sekarang.
“Kenapa, kok tertawa? Ada yang lucu?.” Tanya teman yang boncengin aku
sembari membawa printer.
“Hehe, ada, tapi kakak jangan ikutan ketawa ya.” Kataku sambil menahan
sakit perut akibat menahan ketawa.
“Emang ada apa to?” tanyanya penasaran
“Pundak aku ringan banget kak, kayaknya tasku ketinggalan di bawah
deh.”
Jlekk, tiba-tiba kecepatan motor itu turun drastis dan pas di area
tanjakan.
“Ehh, kakak, jalannya lanjut, jangan berhenti.” Ucapku sembari menepuk
bahu kanannya.
“Lah terus gimana? Mau balik lagi po?”
“Nggak usah kak, kita udah setengah jalan, besok biar diambil kalo ada
yang turun lagi. Tenang ya.”
“Beneran nggak papa, kalo balik ayo nggak papa.”
“Nggak kak, nggak papa. Nyantai saja, orang Cuma tas punggung kok.”
“Zia capek ya?”
“Hehe, iya kak. Hmm, ntar berhenti di masjid depan ya, sekalian sholat
dhuhur.”
“Oke, siap kakak. Sabar dulu ya.”
“Iya.”
Benih-benih itu seiring tumbuh dengan jalinan komunikasi diantara
kita. Dalam kelompok KKN, teman-teman suka melontarkan ejekan karena kedekatan
kita. Bagiku itu adalah wajar, aku memang dekat dengan siapa saja baik teman
lelaki ataupun dengan teman wanita kelompok KKNku. Namun, kau memberinya warna
yang berbeda, sedikit lebih banyak kau berikan perhatian kepadaku. Terlebih ketika
waktu itu, kau memberiku stiker Garfield yang
lucu.
“Tadi cuma nemuin di bawah, bonekanya kapan-kapan ya.” Katanya seraya memberiku
stiker bergambar tokoh Garfield yang
lucu.
“Ehh, kok sempet-sempetnya kakak kebawah nyari ini? Padahal kan kakak
berangkat tadi pagi dan maghrib udah balik kesini.” Aku terheran.
“Itu buatmu. Maaf baru bisa memberi ini.”
“Terima kasih banyak Kak.”
“Tuh, diganti sktiker laptopnya dengan ini (sambil nunjuk ke stiker
yang baru diberinya).”
“Iya, ni mau Zia ganti kak.”
“Kalo stiker yang kecil-kecil ini ngotorin laptop, udah gitu banyak
lagi. Mending ni yang besar, lebih cakep kan.”
“Iya kakak, makasih banyak ya.”
“J”
Mengurai-urai cerita lalu, hanya untuk pembesaran hati saja. Mungkin itulah
yang aku lakukan saat ini. Untuk move on
serasa aku belum bisa. Air mataku menetes, menahan sakit dari rasa yang
dberikan Tuhan ini. Aku bisa apa Tuhan, aku hanyalah seorang wanita yang
menanti pangeran untuk datang menjemput.