Saturday, March 29, 2014

Hanya sebuah Cerita



Aku mengenalnya sebagai sesosok yang baik, perhatian dan penuh kasih. Namun, kini aku mengenalinya sebagai sesosok yang amat begitu menyeramkan, menyakitkan dan penuh kekecewaan. Itu semua berawal ketika aku menyalah artikan bentuk perhatiannya dan kasih sayangnya. Hanya sakit yang kini tersisa. Entah di pihak mana kini aku berpijak. Yang kutahu, rasa ini tak salah, rasa ini adalah anugerah dari yang Kuasa, kita hanya menerima dan pasrah atas segala apa pemberian Tuhan.
“Perasaan, kok pundakku ringan banget ya?.” Batinku membisik, seketika aku menyadari bahwa tas punggungku lupa nggak aku bawa. Sedangkan kini aku sudah hampir setengah jalan menuju lokasi KKN yang terbilang cukup pelosok dan ekstrim. Kalau mau balik mana mungkin, sedangkan kedua tanganku keukeuh membawa printer yang harus dijaga keseimbangannya selama perjalanan dengan menggunakan motor ini. Sudah begitu, jalan menuju lokasi yang naik turun bukit, terjal bebatuan halus dan amazing pokoknya membuatku menahan sakit karena kemeng menahan printer ditambah jalan yang berkelok-kelok. Karena tidak kuat, aku tertawa kecil cekikikan, merasakan kekonyolan yang ku alami sekarang.
“Kenapa, kok tertawa? Ada yang lucu?.” Tanya teman yang boncengin aku sembari membawa printer.
“Hehe, ada, tapi kakak jangan ikutan ketawa ya.” Kataku sambil menahan sakit perut akibat menahan ketawa.
“Emang ada apa to?” tanyanya penasaran
“Pundak aku ringan banget kak, kayaknya tasku ketinggalan di bawah deh.”
Jlekk, tiba-tiba kecepatan motor itu turun drastis dan pas di area tanjakan.
“Ehh, kakak, jalannya lanjut, jangan berhenti.” Ucapku sembari menepuk bahu kanannya.
“Lah terus gimana? Mau balik lagi po?”
“Nggak usah kak, kita udah setengah jalan, besok biar diambil kalo ada yang turun lagi. Tenang ya.”
“Beneran nggak papa, kalo balik ayo nggak papa.”
“Nggak kak, nggak papa. Nyantai saja, orang Cuma tas punggung kok.”
“Zia capek ya?”
“Hehe, iya kak. Hmm, ntar berhenti di masjid depan ya, sekalian sholat dhuhur.”
“Oke, siap kakak. Sabar dulu ya.”
“Iya.”
Benih-benih itu seiring tumbuh dengan jalinan komunikasi diantara kita. Dalam kelompok KKN, teman-teman suka melontarkan ejekan karena kedekatan kita. Bagiku itu adalah wajar, aku memang dekat dengan siapa saja baik teman lelaki ataupun dengan teman wanita kelompok KKNku. Namun, kau memberinya warna yang berbeda, sedikit lebih banyak kau berikan perhatian kepadaku. Terlebih ketika waktu itu, kau memberiku stiker Garfield yang lucu.
“Tadi cuma nemuin di bawah, bonekanya kapan-kapan ya.” Katanya seraya memberiku stiker bergambar tokoh Garfield yang lucu.
“Ehh, kok sempet-sempetnya kakak kebawah nyari ini? Padahal kan kakak berangkat tadi pagi dan maghrib udah balik kesini.” Aku terheran.
“Itu buatmu. Maaf baru bisa memberi ini.”
“Terima kasih banyak Kak.”
“Tuh, diganti sktiker laptopnya dengan ini (sambil nunjuk ke stiker yang baru diberinya).”
“Iya, ni mau Zia ganti kak.”
“Kalo stiker yang kecil-kecil ini ngotorin laptop, udah gitu banyak lagi. Mending ni yang besar, lebih cakep kan.”
“Iya kakak, makasih banyak ya.”
J
Mengurai-urai cerita lalu, hanya untuk pembesaran hati saja. Mungkin itulah yang aku lakukan saat ini. Untuk move on serasa aku belum bisa. Air mataku menetes, menahan sakit dari rasa yang dberikan Tuhan ini. Aku bisa apa Tuhan, aku hanyalah seorang wanita yang menanti pangeran untuk datang menjemput.
Share:

Thursday, March 27, 2014

CLBK yang kini menjadi CLSK

Hanya iseng aja pengen publish foto ini. Foto aku dengan partner kerja aku di organisasi yang aku geluti semasa kuliah. Wkwkwkk. Check this Out!

1. Foto yang pertama ini adalah fotoku dengan Kak Kahfi. Pas pengambilan foto ini, kami berdua sedang menjabat sebagai Ketua Dewan Racana Sunan Kalijaga dan Racana Nyi Ageng Serang masa bakti 2013/2014. Sebelum berkerja bareng di 01 (Ketua Dewan Racana), kami sudah pernah bekerja bareng dibidang PSDA atau yang punya tali jabatan 07. Kedua-duanya memiliki persamaan, yaitu ketika aku menjabat sebagai 07 atau 01, keduanya tidak menjabat penuh satu kepengurusan. Pada kepengurusan 2011/2012 aku hanya menjabat sebagai anggota biasa, namun karena ada sesuatu hal, maka aku di resuffle dan masuk bidang PSDA (07), kala itu baru mencapai setengah dari kepengurusan. Kalo nggak salah cuma tiga bulan aku menjadi bidang PSDA, habis itu udah ganti kepengurusan lagi. :D. Nah, sama halnya dengan ketika aku menjadi 01. Aku menjadi KDR pun karena ada MUSPANLUB. Yaa, pada pemilihan ketua waktu itu yang terpilih adalah Kak Kahfi dan Kak Desy. Namun, ditengah perjalanan ternyata Kak Desy telah purna kuliah dan sudah wisuda. Alhasil kepemimpinannya di Racana tidak bisa dilanjut lagi kan?. Akhirnya terjadilah MUSPANLUB dan waktu itu dari ketiga calon yang terpilih, anis lah yang memiliki suara terbanyak. Hmmm, lagi-lagi anis pindah jabatan dan kerja bareng sama Kak Kahfi hanya setengah tahun dikepengurusan. But, semuanya bisa dilakuin dengan baik kok. Adanya komunikasi dan persamaan angkatan inilah yang menjadikan kami nyambung, meski tak memulai semuanya dari awal. Nice pict deh :D 
pose didepan SC abis seleksi ke 2 PW Bengkulu

2. Foto yang kedua ini adalah fotoku dengan Kak Nanang, rekan kerjaku saat menjabat sebagai 03 (sekretaris). Waktu itu KDRnya kak Epik dan Kak Makmun, dan aku menjadi sekretaris sama Kak Nanang. Pada waktu menjabat sebagai 03 atau sekretaris bersama Kak Nanang, semuanya fine. Yaa, karna mungkin aku cocok sama dia. Komunikasi kami amat begitu lancar. Pokoknya, paling lancar dari ketiga orang yang pernah menjadi rekan kerja aku di organisasi ini. Kami setipe, sama-sama tidak suka berbicara di depan umum, pendiam dan fleksibel. Inilah yang menjadikan aku awet banget komunikasi sama dia, sampai sekarang. Dulu pas masih galau-galaunya menjabat di PA (05) (setelah menjabat di sekretaris) masih sering aku curhat sama Kak Nanang, kayaknya cuma dia yang paling sabar menghadapi kekanakkanakanku yang kadang-kadang muncul. Hehehe, sampai sekarangpun, jika kita ketemu, pasti disempatin ngobrol berdua sebentar sebelum akhirnya membaur dengan yang lainnya. Hehe, ini foto diambil ketika pas jaman KKN September 2013 silam. Waktu itu aku dan teman-teman KKNku jalan-jalan ke Pantai Gesing yang letaknya sekitar 45 menit dari poskoku. Dan pas kita mau pulang ke posko, rombongannya KKNnya Kak Nanang datang. Biasa deh, kita cuap-cuap dulu. Nggak cuma aku tok tapi, beberapa temenku juga ada yang seposko dengan Kak Nanang, jadi kayak ajang reunian gitu deh. Ini fotonya, aku nggak tau ini siapa yang mfoto, nggak sadar aja ada file foto ini di dokumentasi KKNku. :D
jaman KKN mbiyen, nggak sengaja ketemu di Pantai Gesing. ^_^

3. Dan foto yang ketiga ini adalah fotoku dengan rekan kerjaku saat menjabat sebagai Pemangku Adat Racana Nyi Ageng Serang, sebelum MUSPANLUB dan saat itu KDR putrinya masih Kak Desy. Subhanallah, tugas yang tidak ringan pemirsa. Saat itu rekan kerjaku adalah Kak Aji Setiawan. Beliau adalah kakak tingkat beda program studi tapi masih satu fakultas denganku. Dia ini juga pembimbingku saat berproses dari CD menuju D. Hmmm, tapi sayangnya aku tak begitu menikmati ketika menjabat sebagai 05 (Pemangku Adat). Ada sedikit something wrong saat itu sehingga menyebabkan hubunganku dengan Kak Aji kurang baik. Then, sekarang tidak lagi kok, semua sudah baik-baik saja. Taukah, jika dulu aku begitu tajut dengan orang ini. Gimana nggak takut, liat wajahnya aja udah serem begitu. But, sekarang dia udah nggak segalak itu kok. Wajahnya aja yang emang kadang nyeremin. Hehehe. Foto ini diambil ketika kita lagi dipuncak Suroloyo, Magelang dalam acara Ziarah Kubur ke Makam Nyi Ageng Serang bersama kakak-kakak lainnya.
Akhirnya ada kesempatan juga buat foto bareng. :)

Dalam ketiga kepengurusan ini aku diamanahi untuk menjabat empat kali di jajaran pengurus Racana Sunan Kalijaga dan Racana Nyi Ageng Serang. Hmmm, rasa-rasanya, terlalu dini ya. Tapi memang itulah yang terjadi.
tahun 2011-2012 sebagai bidang PSDA (07) dengan Kak Kahfi
tahun 2012-2013 sebagai sekretaris (03) dengan Kak Nanang
tahun 2013-2014 sebagai Pemangku Adat (05) dengan Kak Aji
tahun 2013-2014 sebagai Ketua Dewan Racana (01) dengan Kak Kahfi
Then, merujuk judul postingan diatas, CLBK yang kini menjadi CLSK. Cinta Lama Belum Kelar saat menjabat di PSDA dengan Kak Kahfi, kini telah berakhir di jabatan Ketua Dewan Racana alias Cinta Lama Sudah Kelar. Wkwkwk.
Saya menulis ini bukan buat apa-apa, cuma untuk mengisi waktu luang saja dan mengingat-ngingat kejadian yang sudah lewat. Semoga ini nanti bisa jadi cerita untuk anak cucuku kelak. :D
Share:

Thursday, March 20, 2014

Pendidikan Pramuka : Upaya Pengurai Jeratan Narkoba Remaja Indonesia


Berbicara tentang zaman, rupanya bangsa kita, bangsa Indonesia tengah mengalami zaman dimana remajanya kini dilanda persoalan yang hebat. Tidak sedikit dari remaja kita yang terjangkit narkoba, minum-minuman keras dan terlibat dalam pergaulan bebas. Kalau keadaan remajanya seperti ini, bagaimana nanti nasib bangsa kedepannya?. Disinilah pendidikan pramuka berperan. Melalui prinsip dasar dan metode kepramukaan diharapkan pramuka dapat dijadikan bengkel dari kerusakan moral remaja Indonesia. Atas dasar ini perkenankan kami menyampaikan Syarahan al-Qur’an dengan judul ”Pendidikan Pramuka : Upaya Pengurai Jeratan Narkoba Remaja Indonesia”. Kita, sebagai anggota gerakan pramuka Indonesia wajib untuk membantu saudara kita untuk keluar dari jeratan narkoba dan segala perihal yang dapat merusak masa depannya. Karena menolong sesama manusia menuju kebaikan adalah kewajiban kita sebagai seorang muslim yang taat dan sebagai pandu pramuka Indonesia. Marilah kita simak firman Allah yang tercantum didalam Al Quran surat Al Maidah ayat 2.
Artinya :
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
Hadirin yang berbahagia!
Mari kita perhatikan ayat di atas, bahwa di dalam kata wa ta’aawanuu Allah memerintahkan kepada kita untuk saling tolong menolong, yang diikuti oleh kata ‘alaalbirri wattaqwa. Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan perbuatan baik, Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa diwajibkan kepada kita untuk saling tolong menolong, Namun, pada sambungan ayat berikutnya Allah melarang kita untuk saling tolong menolong dalam berbuat dosa dan kesalahan. Ayat ini mengandung pengertian anjuran dan larangan untuk konteks tolong monolong tetapi dengan tujuan yang membedakannya.
Terkait dengan narkoba, didalam Alquran pun sudah terpampang ayat bahwa segala hal yang memabukkan itu hukumnya haram. Bagaimana dengan narkoba? Bagaimana hukum megonsumsinya?. Dalam istilah para ulama, narkoba ini masuk dalam pembahasan mufattirot (pembuat lemah) atau mukhoddirot (pembuat mati rasa). Para ulama sepakat haramnya mengkonsumsi narkoba ketika bukan dalam keadaan darurat. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan. Allah telah berfirman dalam Al Qur’an surat Al A’raf ayat 157 yang berbunyi :
Artinya 
Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (QS. Al A’rof: 157).
Setiap yang khobits terlarang dengan ayat ini. Di antara makna khobits adalah yang memberikan efek negatif. Seperti halnya narkoba, apabila penggunaannya tidak mengikuti aturan kesehatan akan berdampak bagi tubuh yaitu hilangnya akal sehat dan bersifat halusinasi.
Hadirin yang berbahagia!
Sebagai anggota gerakan pramuka Indonesia, apa yang bisa kita perbuat untuk membantu saudara-saudara kita yang terkena narkoba?. Berpedoman kepada PDKMK gerakan pramuka, pendidikan kepramukaan mampu memberikan sumbangsih positif dalam hal memperbaiki moral remaja Indonesia. Adapun solusi yang bisa dilakukan, yaitu :
1. Kegiatan pada pendidikan kepramukaan dibuat menantang dan tidak membosankan. Dengan begitu peserta didik yang mengikuti akan merasa senang dan tidak tertekan dengan adanya pendidikan kepramukaan yang diberikan.
2.  Membuat kegiatan yang produktif. Artinya di sela-sela penanaman materi kepramukaan yang lebih banyak berbasis pembentukan karakter perlu diselipkan kegiatan berbasis kewirausahaan. Bila perlu bisa disertai dengan praktik langsung. Agar tidak tercipta waktu yang terbuang sia-sia akibat tidak adanya kegiatan yang produktif.
3. Ikut aktif serta dalam kegiatan sosial. Dengan begitu akan menumbuhkan rasa kepedulian dengan sesama. Daripada terus-terusan mengonsumsi narkoba yang jelas-jelas akan merusak masa depan remaja Indonesia.
4. Berkonsultasi dengan psikiater dan mengunjungi tempat rehabilitasi, agar perlahan-lahan korban dapat melepaskan kecanduannya kepada narkoba.
Dengan demikian, InsyaAllah permasalahan krisis moral yang melanda remaja kita dapat diminimalisir dengan ikut serta dalam kegiatan pendidikan kepramukaan. Marilah kita gunakan waktu muda kita untuk terus berkreasi dan berkarya. Janganlah sampai kita termasuk dalam golongan orang-orang yang merugi. Allah berfirman dalam surat Al Asr yang berbunyi :
Artinya :
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
       Demikianlah yang dapat kami sampaikan. Semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung dan bertakwa sertadapat membantu sesama kita yang membutuhkan. Akhiron, kesempurnaan hanya milik Allah semata.


#untuk Lomba MSyQ :) (semoga bermanfaat)
Share:

Pesan Kakak

Pesan ini, saya dapatkan di Grup fb FORDEMANDA (Forum Alumni Dewan Ambalan MAN 2 Madiun). Pak Katno adalah Pembina Pramuka saya saat masih tergabung di Dewan Ambalan, Ambalan Sultan Hamengkubuwono IX dan Ambalan Cut Malahayati. Untuk saat ini, pesan itu memang saya butuhkan, dimana sekarang orang-orang melupakan jati dirinya ketika jabatan telah diraihnya. Semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung. :)


Share:

Friday, March 14, 2014

Sepucuk Surat Untuk Adikku - Haris Isa

Kemarin, tertawa, bercanda, habiskan waktu bersama...
Bermain, bercerita, segala asal kau tersenyum bahagia...
Wajahmu yang tenang, isyarat, hati putih tak bernoda...
Tidurmu yang damai, bersama buaian angan dan cita...
Jangan sedih, kakakmu pergi takkan lama...
Jangan bimbang, jika waktu mengizinkan kita kan bersama kembali...

Sayangku, adik kecilku jangan kau lupa akan agama...
Walau dimana, tanpaku dan tanpa kedua orang tua...
Sayangku, adik kecilku do'a kakakmu sertai slalu...
Tumbuh dewasa, didalam cinta kasihNya selamanya

Jika saatnya tiba, aku kan menanti...
Memandang bintang kecilku, penuh rasa syukur, telah bersinar bagaikan mentari...




#Kakak-kakakku kini telah memiliki kehidupannya sendiri. Bisaku bersua mungkin hanya lewat suara. Sebagai bungsu, adik kangen ajakan kakak dulu ketika belum berkeluarga. Adik yang masih kecil, adik bisa manja, kakak turuti apa yang adik mau. Mendengar lagu ini, seolah itu seperti suara kalian yang pasti tak lupa untuk selalu berdoa buat adik. Adik, jauh disini, sendiri, jauh dari bapak ibu, jauh dari pengawasan kalian. Lucu memang, tiba-tiba adik nangis malam ini mengenang dulu pas adik kecil dan kalian begitu sayang sama adik. Tapi, adik tau, sampai sekarang, kalian juga masih sayang sama adik. Tiba-tiba adik kangen bermanja-manjaan sama kalian. hehehe. tuh kan nangis. Tapi kan sekarang adik udah gede, udah 20 tahun, masak mau manja-manjaan terus sama kalian. Salam sayang dari adik untuk kakak-kakak adik tersayang, Binti Armilati, Siti Sarofah, Ahmad Yani. Adik sangat sayang sama kakak. Terimakasih Ya Allah, Engkau berikan aku kakak-kakak yang hebat. Dan juga Bapak Ibu tercinta, Ibnu Basjir dan Sumarsini. Adik sayang sama kalian semua. Adik kangen kalian.
Share:

Thursday, March 13, 2014

"Pendidikan Inklusi" Sejarah, Tujuan dan Keistemewaannya

Hasil gambar untuk pendidikan inklusif 
Sekolah inklusi adalah sebuah metamorfosa budaya manusia yang semakin moderen dan mengglobal. Bahwa setiap manusia adalah sama, punya hak yang sama dan kesempatan yang sama untuk berkembang dan mendapatkan pendidikan demi mengejar kehidupannya yang lebih baik. Tanpa melihat apakah warna kulitnya, rasnya, agama, maupun bawaan genetiknya, setiap orang berhak untuk sejajar dalam berkependidikan. Sekolah inklusi merupakan salah satu jawaban, bahwa pendidikan tak mengenal diskriminasi, bahwa semua berhak untuk mendapatkannya.
     

Sejarah Lahirnya Pendidikan Inklusi
Cikal bakal lahirnya pendidikan inklusi bisa dikatakan berawal dari sebuah pengamatan terhadap sekolah luar biasa berasrama dan institusi berasrama lainnya yang menunjukkan bahwa anak maupun orang dewasa yang tinggal disana mengembangkan suatu pola perilaku yang biasanya ditunjukkan oleh orang yang kekurangan. Perilaku-perilaku ini mencakup kepasifan, stimulasi diri, perilaku repetitive stereotip dan kadang-kadang perilaku perusakan diri. Anak penyandang cacat yang meninggalkan sekolah luar biasa berasrama seringkali tidak merasa betah tinggal dengan keluarga nya di komunitas di rumahnya. Ini karena setelah bertahun-tahun disegregasikan / dipisahkan, ia dan keluarganya serta komunitasnya akan tumbuh menjadi orang asing satu sama lainnya.

Banyak orang yang kemudian benar-benar merasa situasi tersebut tidak benar. Orang tua, guru dan orang-orang yang mempunyai kesadaran politik pun mulai memperjuangkan hak-hak semua anak pada umumnya dan hak anak serta orang dewasa penyandang cacat pada khususnya. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk memperoleh hak untuk berkembang di dalam sebiah lingkungan yang sama dengan orang lain. Mereka menyadari akan pentingnya interaksi dan komunikasi sebagai dasar bagi semua pembelajaran. Ini merupakan awal pembaharuan menuju normalisasi yang akhirnya mengarah pada proses inklusi.[1]
Legitimasi awal bagi pelaksanaan pendidikan inklusi dalam dunia internasional sendiri tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi pada tahun 1948. Konferensi ini mengemukakan gagasan mengenai Pendidikan untuk semua (Education for AII/EFA) dimana dinyatakan bahwa pendidikan dasar harus wajib dan bebas biaya bagi setiap anak. Konferensi dunia yang khusus membahas EFA kemudian baru diadakan pada tahun 1990 dan berlangsung di Jomtien, Thailand. Para peserta menyepakati pencapaian tujuan pendidikan dasar bagi semua anak dan orang dewasa pada tahun 2000. Konferensi Jomtien merupakan titik awal dari pergerakan yang kuat bagi semua negara untuk memperkuat komitmen terhadap EFA.
Dalam pergerakan EFA, anak dan orang dewasa penyandang cacat adalah salah satu kelompok target. Oelh karena itu, dunia internasional kemudian mengadakan konferensi yang secara khusus membahas pendidikan kebutuhan khusus. Konferensi ini pertama kali diadakan di Salamanca pada tahun 1994 dan yang kedua diadakan di Dakar pada tahun 2000. Keduanya dihadiri oleh Indonesia dalam konferensi dunia Salamanca, pendidikan inklusi ditetapkan sebagai prinsip dalam memenuhi kebutuhan belajar kelompok-kelompok yang kurang beruntung, terpinggirkan dan terkucilkan. Upaya-upaya tindak lanjut bagi pendidikan kebutuhan khusus hingga sekarang diamanatkan kepada UNESCO.
Di Indonesia, pendidikan inklusi sebenarnya telah dirintis sejak tahun 1986 namun dalam bentuk yang sedikit berbeda. Sistem pendidikan tersebut dinamakan Pendidikan Terpadu dan disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu di Indonesia. Pada pendidikan terpadu, anak penyandang cacat juga ditempatkan disekolah umum namun mereka harus menyesuaikan diri pada sistem sekolah umum. Sehingga mereka harus siap dibuat “siap” untuk diintegrasikan ke dalam sekolah umum. Apabila ada kegagalan pada anak maka anak dipandang yang bermasalah. Sedangkan yang dilakukan oleh pendidikan inklusi adalah sebaliknya, sekolah dibuat siap dan menyesuaikan diri terhadap kebutuhan anak penyandang cacat. Apabila ada kegagalan pada anak maka sistem dipandang yang bermasalah.[2]
 Menurut data Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Kemendiknas awal tahun 2011 terdapat 624 sekolah inklusi baik SD, SMP, dan SMA. Namun dalam prakteknya sistem pendidikan inklusi di Indonesia masih menyisakan banyak persoalan terutama yang berkaitan dengan masih kurangnya kesadaran dari banyak pihak.[3]
Penerapan pendidikan Inklusi memiliki beberapa landasan sebagai azas dalam pelaksanaannya. Adapun landasan tersebut yaitu : landasan filosofis, yuridis, pedagogis dan empiris.[4]
Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusi di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhinneka Tunggal Ika (Mulyono Abdulrahman, 2003). Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebhinekaan manusia, baik kebhinekaan vertikal maupun horizontal, yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di bumi. Kebhinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian diri dan sebagainya. Sedangkan kebhinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi, politik dan sebagainya. Bertolak dari filosofi Bhinneka Tunggal Ika, kecacatan dan keberbakatan hanyalah satu bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa budaya atau agama. Kecacatan dan keberbakatan tidak memisahkan peserta didik satu dengan lainnya, seperti halnya perbedan suku, bahasa, budaya atau agama. Hal ini harus diwujudkan dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragaam, sehingga mendororng sikap silih asah, silih asih dansilih asuh dengan semangat toleransi seperti halnya yang dijumpai atau dicita-citakan dalam kehidupan sehari-hari.
Landasan yuridis internasional penerapan pendidikan inklusi adalah Deklarasi Salamanca (UNESCO, 1994) oleh para menteri pendidikan sedunia. Deklarasi ini adalah penegasan kembali atas deklarasi lanjutan yang berujung pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu penyandang cacat memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan yang ada. Deklarasi Salamanca menekankan bahwa selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Di Indonesia, penefrapan pendidikan inklusi dijamin oleh UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik penyandang cacat atau memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif atau berupa sekolah khusus.
Landasan  pedagogis, seperti yang dijelaskan pada pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta didik penyandang cacat dibentuk menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah luar biasa. Betapapun kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya.
Landasan Empiris ditunjukkan melalui penelitian tentang inklusi yang telah banyak dilakukan negara-negara barat sejak tahun 1980-an, namun penelitian yang berskala besar dipelopori oleh The National Academy Of Sciences (Amerika Serikat). Hasilnya, menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan anak penyandang cacat di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar pendidikan khusus secara segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat (Heller, Holtzman dan Messick, 1982). Beberapa pakarbahkan mengemukakan bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan anak berkelainan secara tepat, karena karakteristik mereka yang sangat heterogen (Baker, Wang dan Walberg, 1994 - 1995).
Beberapa peneliti kemudian melakukan meta analisis (analisis lanjut)atas hasil banyak penelitian sejenis. Hasil analisis yang dilakukan oleh Carlberg dan Kavale (1980) terhadap 50 buah penelitian, Wang dan Baker (1985 - 1986) terhadap 11 buah penelitian dan Baker (1994) terhadap 13 buah penelitian menunjukkan bahwa pendidikan inklusi berdampak positif, baik terhadap perkembangan akademik maupun sosial anak penyandang cacat dan teman sebayanya.
 
Tujuan dan Keistimewaan Pendidikan Inklusi
        Tujuan pendidikan inklusi menurut Raschake dan Bronson (Lay Kekeh Marthan, 2007: 189-190), terbagi menjadi 3 yakni bagi anak berkebutuhan khusus, bagi pihak sekolah, bagi guru, dan bagi masyarakat, lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
1. Bagi anak berkebutuhan khusus
a. Anak akan merasa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya. 
b. Anak akan memperoleh bermacam-macam sumber untuk belajar dan bertumbuh.
c. Meningkatkan harga diri anak.
d. Anak memperoleh kesempatan untuk belajar dan menjalin persahabatan bersama teman yang sebaya.
2. Bagi pihak sekolah
a. Memperoleh pengalaman untuk mengelola berbagai perbedaan dalam satu kelas.
b. Mengembangkan apresiasi bahwa setiap orang memiliki keunikan dan kemampuan yang berbeda satu dengan lainnya. 
c. Meningkatkan kepekaan terhadap keterbatasan orang lain dan rasa empati pada keterbatasan anak.
d. Meningkatkan kemampuan untuk menolong dan mengajar semua anak dalam kelas.
3. Bagi guru
a. Membantu guru untuk menghargai perbedaan pada setiap anak dan mengakui bahwa anak berkebutuhan khusus juga memiliki kemampuan.
b. Menciptakan kepedulian bagi setiap guru terhadap pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
c. Guru akan merasa tertantang untuk menciptakan metode-metode baru dalam pembelajaran dan mengembangkan kerjasama dalam memecahkan masalah.
d. Meredam kejenuhan guru dalam mengajar.
4. Bagi masyarakat
a. Meningkatkan kesetaraan sosial dan kedamaian dalam masyarakat.
b. Mengajarkan kerjasama dalam masyarakat dan mengajarkan setiap anggota masyarakat tentang proses demokrasi.
c. Membangun rasa saling mendukung dan saling membutuhkan antar anggota masyarakat.
          Banyak orang yang mempertanyakan mengapa harus melalui pendidikan inklusi. Berbagai pertanyaan itu kini sudah mulai terjawab. Keistimewaan pendidikan inklusi itu diantaranya bagi anak berkebutuhan khusus, akan terhindar dari label negatif.  Hal ini karena anak-anak difabel bisa bersosialisasi secara luas di sekolah umum yang mempunyai tingkat keragaman yang berbeda-beda (Yusuf, 2007).
         Selain itu menurut Raharjo (2009), memiliki kesamaan menyesuaikan diri. Dengan bersekolah di sekolah umum, siswa difabel  mempunyai kesempatan untuk bersosialisasi dengan civitas akademika sekolah secara lebih luas, dan mempunyai lebih banyak teman. Dengan demikian kesempatan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dapat optimal, dan mempunyai tingkat kematangan sosial yang lebih baik dari pada bersekolah di sekolah ekslusi.
         Keberadaan sekolah inklusi juga akan memberikan kesan pada orang tua dan masyarakat bahwa anak difabel pun mampu seperti anak pada umumnya, dan akan menjadi pegangan diri yaitu dengan belajar secara kompetitif, eksistensi anak difabel akan  teruji dalam persaingan secara sehat denga anak pada umumnya (Sukadari, 2008).
         Bagi anak yang tanpa berkebutuhan khusus akan belajar mengenai keterbatasan tertentu. Ketika siswa belajar bersama dengan temannya yang mempunyai kemampua berbeda, ia akanbelajar tentang orang lain. Ia akan mempunyai pandangan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan, yang dari sana ia akan belajar memahami dan bagaimana bersikap dan berteman dengan orang difabel. Kemampuan dan pengalaman seperti ini sulit didapatkan oleh siswa yang bersekolah regular yang tidak mengembangkan pendidikan inklusi. Selain itu dapat mengembangkan ketrampilan sosial. Siswa yang normal akan mengembangkan pengetahuan dan pengalamannya bersekolah bersama difabel dalam kehidupan sehari-hari. Lingkungan sekolah yang inklusif secara langsung maupun tidak langsung memberikan pendidikan kepada siswa bagaimana ia berinteraksi, bersikap dan bertingkh laku dengan masyarakat yang sangat heterogen (Sukadari, 2008).



[1]               Berit H. Johnsen dan Miriam D. Skjorten, Pendidikan Kebutuhan Khusus – Sebuah Pengantar. (Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung 2003). Hal 35
[2]               Kebijakan Pemerintah Dalam Pendidikan Inklusif, (Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta 2003).
[3]               Suparjo,  Pendidikan Inklusi, http://apsijbi2013.blogspot.com/2013/01/pendidikan-inklusi-suparjomphil_16.html diakses pada 6 Maret 2013.
[4]               Mengenal Pendidikan Inklusi, www.ditplb.or.id diakses pada tanggal 6 Maret 2013.
 
Share: