Saturday, March 29, 2014

Hanya sebuah Cerita



Aku mengenalnya sebagai sesosok yang baik, perhatian dan penuh kasih. Namun, kini aku mengenalinya sebagai sesosok yang amat begitu menyeramkan, menyakitkan dan penuh kekecewaan. Itu semua berawal ketika aku menyalah artikan bentuk perhatiannya dan kasih sayangnya. Hanya sakit yang kini tersisa. Entah di pihak mana kini aku berpijak. Yang kutahu, rasa ini tak salah, rasa ini adalah anugerah dari yang Kuasa, kita hanya menerima dan pasrah atas segala apa pemberian Tuhan.
“Perasaan, kok pundakku ringan banget ya?.” Batinku membisik, seketika aku menyadari bahwa tas punggungku lupa nggak aku bawa. Sedangkan kini aku sudah hampir setengah jalan menuju lokasi KKN yang terbilang cukup pelosok dan ekstrim. Kalau mau balik mana mungkin, sedangkan kedua tanganku keukeuh membawa printer yang harus dijaga keseimbangannya selama perjalanan dengan menggunakan motor ini. Sudah begitu, jalan menuju lokasi yang naik turun bukit, terjal bebatuan halus dan amazing pokoknya membuatku menahan sakit karena kemeng menahan printer ditambah jalan yang berkelok-kelok. Karena tidak kuat, aku tertawa kecil cekikikan, merasakan kekonyolan yang ku alami sekarang.
“Kenapa, kok tertawa? Ada yang lucu?.” Tanya teman yang boncengin aku sembari membawa printer.
“Hehe, ada, tapi kakak jangan ikutan ketawa ya.” Kataku sambil menahan sakit perut akibat menahan ketawa.
“Emang ada apa to?” tanyanya penasaran
“Pundak aku ringan banget kak, kayaknya tasku ketinggalan di bawah deh.”
Jlekk, tiba-tiba kecepatan motor itu turun drastis dan pas di area tanjakan.
“Ehh, kakak, jalannya lanjut, jangan berhenti.” Ucapku sembari menepuk bahu kanannya.
“Lah terus gimana? Mau balik lagi po?”
“Nggak usah kak, kita udah setengah jalan, besok biar diambil kalo ada yang turun lagi. Tenang ya.”
“Beneran nggak papa, kalo balik ayo nggak papa.”
“Nggak kak, nggak papa. Nyantai saja, orang Cuma tas punggung kok.”
“Zia capek ya?”
“Hehe, iya kak. Hmm, ntar berhenti di masjid depan ya, sekalian sholat dhuhur.”
“Oke, siap kakak. Sabar dulu ya.”
“Iya.”
Benih-benih itu seiring tumbuh dengan jalinan komunikasi diantara kita. Dalam kelompok KKN, teman-teman suka melontarkan ejekan karena kedekatan kita. Bagiku itu adalah wajar, aku memang dekat dengan siapa saja baik teman lelaki ataupun dengan teman wanita kelompok KKNku. Namun, kau memberinya warna yang berbeda, sedikit lebih banyak kau berikan perhatian kepadaku. Terlebih ketika waktu itu, kau memberiku stiker Garfield yang lucu.
“Tadi cuma nemuin di bawah, bonekanya kapan-kapan ya.” Katanya seraya memberiku stiker bergambar tokoh Garfield yang lucu.
“Ehh, kok sempet-sempetnya kakak kebawah nyari ini? Padahal kan kakak berangkat tadi pagi dan maghrib udah balik kesini.” Aku terheran.
“Itu buatmu. Maaf baru bisa memberi ini.”
“Terima kasih banyak Kak.”
“Tuh, diganti sktiker laptopnya dengan ini (sambil nunjuk ke stiker yang baru diberinya).”
“Iya, ni mau Zia ganti kak.”
“Kalo stiker yang kecil-kecil ini ngotorin laptop, udah gitu banyak lagi. Mending ni yang besar, lebih cakep kan.”
“Iya kakak, makasih banyak ya.”
J
Mengurai-urai cerita lalu, hanya untuk pembesaran hati saja. Mungkin itulah yang aku lakukan saat ini. Untuk move on serasa aku belum bisa. Air mataku menetes, menahan sakit dari rasa yang dberikan Tuhan ini. Aku bisa apa Tuhan, aku hanyalah seorang wanita yang menanti pangeran untuk datang menjemput.
Share:

0 comments: